Sidang Perdana, 5 Terdakwa Korupsi Akuisisi Saham PT SBS yang Rugikan Negara Rp162 Miliar Melawan!

PALEMBANG, aliranberitacom – 

Lima terdakwa korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) menghadapi sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang, Jumat 17 November 2023.

Kelima terdakwa yakni Anung Prasetya, Milawarma, Syaiful Islam, Tjahyono Imawan serta Nurtima Tobing didakwa Jaksa Kejati Sumsel dengan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Tindak pidana korupsi yang dimaksud, diantaranya tidak melakukan proses akuisisi saham PT SBS oleh perusahaan pertambangan BUMN di Sumsel sebagaimana prosedurnya.

Lalu, para terdakwa juga didakwa tidak menerapkan studi kelayakan terhadap proses akuisisi saham, sehingga diduga telah merugikan keuangan negara yang cukup fantastis, yakni senilai Rp162 miliar.

Pada perkara ini, kelima terdakwa oleh JPU disangkakan melanggar, Primair Pasal 2 Ayat (1) atau Subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No.20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Atas dakwaan itu, kelima tersangka yang hadir di hadapan majelis hakim Tipikor Palembang diketuai Pitriyadi SH MH melalui tim kuasa hukum masing-masing melakukan perlawanan.

Kelima tersangka berkeberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dan bakal disampaikan secara tertulis dan dibacakan dalam agenda eksepsi pada persidangan selanjutnya.

Usai sidang dakwaan, tim penasihat hukum empat dari lima terdakwa dari Kantor Hukum Soesilo Aribowo, SH & Rekan, Gunadi Wibakso, SH C menyampaikan beberapa poin keberatan yang akan disampaikan dalam eksepsinya.

Dikatakannya, upaya akuisisi saham PT SBS oleh kliennya yang saat itu sebagai tim akuisisi, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan internal perusahaan.

“Jadi tidak ada pelanggaran hukum atau niat jahat yang dilakukan oleh jajaran Direksi maupun tim akuisisi jasa pertambangan, dalam proses akuisisi,” katanya.

Didampingi Ridho Junaidi SH MH, KM Ridwan Said SH, Gunadi mengklaim keputusan untuk melakukan akuisisi terhadap PT SBS sebagai perusahaan kontraktor pertambangan adalah merupakan pilihan yang tepat.

Karena, lanjut Gunadi biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh PTBA adalah biaya transportasi dan biaya jasa kontraktor pertambangan.

Kata Gunadi, dengan adanya akuisisi tersebut, diharapkan mampu PTBA mampu menekan ketergantungan terhadap perusahaan jasa kontraktor pertambangan lain, sehingga bisa melakukan penghematan biaya operasional yang cukup signifikan.

“Itu merupakan keputusan bisnis untuk melakukan penghematan biaya produksi, dan murni merupakan keputusan bisnis yang dilindungi oleh prinsip Business Judgment Rules (BJR),” ungkapnya.

Gunadi juga menegaskan, jika PT SBS bukan termasuk BUMN, sehingga pihak penuntut umum yang mengkualifikasikan sebagai perusahaan BUMN adalah dinilai tidak tepat.

Sebab, lanjutnya menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang dimaksud dengan BUMIN adalah Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

“Sedangkan proses akuisisi saham ini dilakukan oleh PT BMI, yang sahamnya sebanyak 70 ribu saham atau 99,86 persen dimiliki oleh PT BA. Mengingat Penyertaan Modal yang terjadi di dalam pendirian PT BMI adalah penyertaan modal yang dilakukan oleh PT BA atau dalam kata lain tidak langsung dilakukan oleh negara, maka mengacu pada definisi Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003, PT BMI tidak dapat dikualifikasikan sebagai BUMN,” ujarnya.

Kemudian untuk Perhitungan nilai kerugian negara harus melalui BPK, Penyidik menilai terdapat kerugian keuangan negara dari proses akuisisi PT SBS oleh PT BA melalui PT BMI yang dihitung dan dinyatakan oleh kantor akuntan publik Drs Chaeroni dan Rekan. 

Bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkama Agung Nomor 4 Tahun 2016 (SEMA 4/2016) yang berbunyi instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti BPKP/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau mendeclare adanya kerugian keuangan negara.

“Dalam hal tertentu hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian negara dan besarnya kerugian negara,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan Gunadi, dengan demikian pernyataan adanya kerugian keuangan negara oleh kantor akuntan publik Drs Chaeroni dan Rekan sebagaimana tercantum dalam Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 16/Pid.Pra/2023/PN Plg adalah tidak sah.

“Karena instansi tersebut berdasarkan SEMA 4/2016 tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan kerugian keuangan negara,” tukasnya.(*)

Sumber : Fadly, Edward Desmamora/Sumeks.co

Editor: kiagusmchoiri

 

Jum’at 17.11.2023.        21:19 wib

 

#regional #hukum #palembang

 

 

 

Related posts
Tutup
Tutup