Tanggapan Tokoh KAI atas Pidato Yusril Ihza Mahendra

Vice Presiden Kongres Advokat Indonesia (VP KAI), Petrus Bala Pattyona

BANDUNG, aliranberitacom – Pernyataan yang dicetuskan Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra soal Single Bar pada Pembukaan Rakernas Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) yang diselenggarakan pada tanggal 5 – 6 Desember 2024 di Jimbaran, Bali, menuai kontroversi dikalangan dunia Advokat Indonesia.

Dalam pidato resminya saat membuka acara Rakernas tersebut, Yusril mengatakan bahwa organisasi di luar Peradi bukan sebuah organisasi profesi advokat, tapi tak lebih dari kumpulan, perhimpunan, atau pun malah organisasi masyarakat (Ormas).

Sebab, Peradi merupakan state organ dan satu-satunya organisasi profesi advokat sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Bahkan dalam kesempatan itu, Yusril menekankan bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menginterpretasikan UU Advokat, Peradi adalah wadah tunggal atau single bar organisasi advokat yang sah di Indonesia.

“Peradi adalah organisasi advokat yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Artinya, Peradi merupakan organisasi profesi sekaligus organ negara yang independen,” papar Yusril dalam pidatonya pada Kamis, 5 Desember 2024.

Keruan saja, banyak para tokoh Advokat di Indonesia bereaksi keras atas pernyataan Yusril yang dipandang Subyektif dan tidak memahami nafas dari UU no. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Pengumuman Pembubaran Peradi dari OA pendiri Peradi, dokumen tahun 2008

 

Diantaranya ada Petrus Bala Pattyona, Vice Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) dalam siaran resminya menyatakan “Pernyataan Bapak ini menandakan bahwa tak melihat kenyataan saat ini dengan tumbuh berkembangnya organisasi advokat yang ditandai dengan begitu banyak OA yang mendaftarkan diri Kementerian Bapak dan didukung oleh Mahkamah Agung dengan penyumpahan advokat setiap saat di pengadilan tinggi di seluruh Indonesia.”

Lebih lanjut Petrus mengatakan “kalau Peradi sebagai wadah tunggal dimanakah diatur dalam UU Advokat di pasal berapa? Atau kalau dalam putusan MK di putusan nomor berapa dan di amar putusan yang mana karena dalam 22 putusan MK yang melakukan Pengujian di MK tak ada satu pun amar yang menyatakan Peradi sebagai organ negara Alinea ini yang selalu dipakai karena ada dalam salah pertimbangan putusan. Apakah Bapak bisa bedakan amar putusan dan pertimbangan putusan”

“Saya salah satu pihak sering mengikuti sidang-sidang saat pengujian UU Nomor 18/2003 tentang Advokat
tak menemukan amar putusan bahwa Peradi sebagai organisasi negara yang menjalankan kewenangan-kewenangan sebagaimana diatur dalam UU. Advokat. Saat ini sudah menjadi notoir feit bertumbuhnya OA ditandai dengan pendaftaran OA ke Menhukum dan diterima, selanjutnya menjalankan segala kewenangan sebagaimana diatur dalam UU Advokat, antara lain menyelenggarakan PKPA, melantik dan melakukan penyimpanan di semua pengadilan tinggi sesuai SKMA Nomor 75 tahun 2015. Saat ini begitu banyak OA dan semua eksist, sah, memiliki anggota di semua DPD, DPC apalagi diakui oleh MA” Tutur Petrus Bala Pattyona menjelaskan panjang lebar.

Ketua DPD KAI Jawa Barat, adv. M Lukman Chakim, SH MH
Ketua DPD KAI Jawa Barat, adv. M Lukman Chakim, SH MH

 

Selain Petrus, Ketua DPD KAI Jawa Barat (KAI Jabar), M Lukman Chakim yang dihubungi oleh dpdkaijabardaily juga mengungkapkan Ketidakpuasannya dengan Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Kordinator Hukum, Ham, Imigrasi dan Pemasyarakatan dan Wamenko nya, Otto Hasibuan

Untuk diketahui bahwa Yusril adalah anggota dari Peradi dan Otto adalan Ketua Umum DPN Peradi.

“Saya menilai jelas sangat subyektif, sangat subyektif, semestinya sebagai pejabat publik, Menko dan Wakilnya dapat bertindak Obyektif, tapi bagaimana mungkin mereka bisa obyektif ? Lha wamenko nya saja, Otto itu kan Ketum DPN Peradi yang dari awal tahun 2008 ngotot ingin singlebar, dan Yusril ini anggotanya  Otto, dimana Obyektifitasnya? tutur Ketua DPD KAI Jabar, Lukman Chakim.

Lukman menambahkan, “Sebagai pejabat negara, mereka seharusnya bersikap netral dan mengedepankan asas keadilan dalam menyikapi keberadaan organisasi profesi, termasuk organisasi advokat.”

“Pernyataan ini tidak hanya berpotensi mencederai prinsip netralitas, tetapi juga dapat meremehkan keberadaan organisasi advokat lain, seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), yang memiliki legalitas, sejarah panjang, serta kontribusi nyata dalam pengembangan profesi advokat di Indonesia. Penting untuk diingat bahwa keberadaan organisasi advokat diatur oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Putusan Mahkamah Konstitusi juga telah menegaskan bahwa tidak ada monopoli organisasi advokat, dan setiap organisasi memiliki hak yang sama untuk berdiri dan berkontribusi” ungkapnya panjang lebar.

Lebih lanjut Lukman Chakim mengatakan bahwa ada  beberapa poin yang harusnya diperhatikan oleh Pejabat Publik, diantaranya Asas Keseimbangan dan Keberagaman, Netralitas Pejabat Publik, Dampak terhadap Keharmonisan Profesi.

“Kongres Advokat Indonesia (KAI) adalah salah satu organisasi advokat yang diakui keberadaannya dan telah banyak berkontribusi dalam pendidikan, pembinaan dan pengembangan profesi advokat di Indonesia. Mengesampingkan organisasi seperti KAI berarti mengabaikan sejarah panjang perjuangan dan peranannya dalam memperkuat sistem hukum di Indonesia” demikian Lukman menguraikan.

“Keberagaman organisasi advokat adalah kekayaan profesi hukum di Indonesia, dan harus dijaga serta dihormati oleh semua pihak, termasuk pejabat publik” tutur Ketua KAI Jabar ini sembari menutup pembicaraan. (***)

 

Editor: kiagusmchoiri 

Kontributor: dpdkaijabardaily

 

Minggu, 8.12.2024.                     20:00 wib

 

 

 

 

 

 

Related posts
Tutup
Tutup