JAKARTA, aliranberitacom –
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal membacakan putusan uji formil yang mengatur syarat usia capres dan cawapres pada Selasa (16/1) esok.
Dilansir dari CNN Indonesia, Uji formil dimaksud adalah Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Permohonan yang tercatat sebagai Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
“Pengucapan putusan,” jelas MK dikutip dari situs resminya, Senin (15/1).
Sidang dijadwalkan digelar pada pukul 13.30 WIB. Sidang pengucapan putusan ini bakal berlangsung di Ruang Sidang Pleno Gedung MKRI 1, Jakarta.
Dalam berkas permohonannya, Denny dan Zainal menilai kehadiran Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai Putusan MK 90 jelas-jelas adalah bentuk pelembagaan dinasti politik yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945. Hal itu juga dinilai merusak sistem hukum tata negara sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
Pada petitumnya, pemohon ingin MK menyatakan pembentukan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tidak memenuhi syarat formil berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
“Memerintahkan kepada penyelenggara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2024 untuk: a. mencoret peserta pemilu yang mengajukan pendaftaran berdasarkan pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dibuat oleh MK melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, akibat telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;” demikian bunyi petitum pokok permohonan pemohon.
“b. menetapkan agenda tambahan khusus bagi peserta pemilu yang terdampak untuk mengajukan calon pengganti dalam rangka melaksanakan putusan ini dengan tidak menunda pelaksanaan Pemilu 2024,” sambung pemohon
Pemohon juga mengajukan petitum dalam provisi pada permohonan ini, yakni MK menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PU-XXI/2023.
Selanjutnya, menangguhkan tindakan atau kebijakan yang berkaitan dengan pasal tersebut. Lalu, memeriksa permohonan ini secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya.
Selain itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak ikut memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan ini.
MK sebelumnya mengubah ketentuan syarat usia minimal capres-cawapres dari semula ‘berusia paling rendah 40 tahun’ menjadi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’ melalui Putusan MK 90.
Putusan itu lantas menuai banyak sorotan karena dianggap mempermudah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming yang juga anak Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar, ikut serta di Pilpres 2024 walaupun belum berusia 40 tahun.
Pro dan kontra pun bermunculan. Sejumlah pihak bahkan mengajukan laporan dugaan pelanggaran kode etik kepada MKMK. Anwar akhirnya dicopot dari jabatan ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik berat pada Putusan 90 tersebut yakni terkait konflik kepentingan.
Sementara itu, Gibran kini telah resmi menjadi cawapres dari Prabowo Subianto. Mereka memperoleh nomor urut 2.
Syarat usia minimal itu kembali digugat ke MK oleh Denny dan Zainal. Kali ini lewat jalur uji formil.
Pada intinya, Denny dan Zainal selaku pemohon ingin MK menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(**)
Editor: kmc
Sumber : Pop/Wis
Senin 15.1.2024. 18:31 wib