DEVELOPER NAKAL, DAPAT DILAKUKAN LANGKAH HUKUM APA SAJA, SIMAK Dibawah ini
Penulis : kiagusmchoiri

Akhir-akhir ini kita dikejutkan oleh banyak berita yang berseliweran di media sosial tentang banyaknya properti yang tenggelam karena banjir terlebih lagi ada sebuah komplek perumahan, sebut saja Perumahan A yang baru setahun ditempati oleh penghuninya ternyata sudah tenggelam oleh karena banjir.
Pemiliknya mengatakan ia tertarik membeli rumah di perumahan tersebut karena dijanjikan berbagai macam fasilitas sosial dan umum untuk menunjang kenyamanan warga Komplek Perumahan itu tinggal, terutama adanya kata-kata *Bebas Banjir*.
Janji tersebut jelas bisa dibaca di brosur-brosur, iklan-iklan pada banner dijalan umum maupun media sosial sang Developer (Pengembang) Perumahan -sebut saja Developer X- akibat dari gencarnya iklan itulah tak sedikit orang tertarik untuk membeli hunian rumah tinggal di Perumahan yang dibangun oleh Developer X.
Namun apa boleh dikata, untung tak jadi diraih malang tak dapat ditolak, nasi sudah menjadi bubur awal bulan Maret 2025 ini menjadi berita duka bagi banyak warga di Jabodetabek khususnya warga komplek perumahan A rumahnya tenggelam dalam genangan air setinggi lebih dari 2 meter.
Ternyata air datang dari aliran anak sungai yang tertutup oleh pepohonan yang jaraknya hanya 200 an meter dari komplek perumahan mereka, sungguh Developer X tak menginformasikan hal ini kepada para calon pembelinya.
Kerugian mencapai miliaran rupiah, bukan hanya rumah yang tidak bisa ditinggali tapi harta benda didalam rumah habis rusak tak bisa dipakai lagi demikian dengan mobil motor yang terparkir di carport nya turut tenggelam dalam genangan air keruh yang membanjiri juga menggenangi perumahan itu hampir 2 mingguan ini.
Suatu malam yang sunyi tiba-tiba telpon selular Penulis berdering, ketika diangkat terdengar suara lelaki setengah baya dengan terbata-bata memperkenalkan diri dan langsung mencurahkan kegelisahan hatinya kepada penulis, ternyata adalah satu dari hampir seratusan konsumen perumahan A korban banjir, sebut saja Bapak D dia mengaku mewakili hampir seratusan warga terdampak banjir di perumahan A tempatnya tinggal. Ternyata malam itu Bapak D sedang bermusyawarah dengan para korban yang juga tetangganya di suatu aula.
Peristiwa diatas adalah yang pertama kali terjadi di Perumahan A yang baru setahun ini menjadi hunian, namun bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia, tapi hampir setiap terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi banjir selalu terjadi diberbagai tempat, banyak yang menjadi faktor penyebabnya diantaranya sistem drainase, sedimentasi sungai, gundulnya hutan, resapan air yang ditutupi cor beton, budaya masyarakat dlsb.
Namun dalam tulisan ini, saya ingin berfokus pada kesengajaan, pembiaran, kealpaan atau kejahatan yang dilakukan oleh Developer X kepada konsumennya dan Pemerintah Daerah yang menerbitkan izin lokasi bagi pembangunan perumahan.
Disini penulis akan menjelaskan langkah-langkah hukum apa yang dapat dilakukan korban banjir kepada si Developer X, terhadap X dapat dilakukan 2 langkah hukum, Pertama Pidana dan Kedua secara Perdata.
1. LANGKAH PIDANA
Jika developer memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan tentang kondisi perumahan yang dipasarkan, maka ada beberapa dasar hukum untuk melaporkannya ke polisi:
1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal 378 KUHP (Penipuan)
Jika developer dengan sengaja memberikan keterangan palsu untuk mendapatkan keuntungan dan merugikan pembeli, maka bisa dijerat dengan pasal ini.
Sanksi: Maksimal 4 tahun penjara.
Pasal 372 KUHP (Penggelapan)
Jika developer telah menerima uang, tetapi tidak merealisasikan pembangunan atau menyerahkan rumah sesuai janji, maka bisa dianggap sebagai penggelapan.
Sanksi: Maksimal 4 tahun penjara.
2. UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999)
Pasal 8 Ayat (1) Huruf f
Melarang pelaku usaha memberikan informasi yang tidak benar, menyesatkan, atau bohong.
Pasal 10
Melarang pelaku usaha melakukan promosi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Sanksi (Pasal 62 Ayat 1):
Denda maksimal Rp 2 miliar atau penjara maksimal 5 tahun.
3. UU ITE (Jika Developer Berbohong Secara Online)
Jika developer menyebarkan informasi palsu melalui internet, misalnya di situs web atau media sosial, bisa dijerat dengan:
Pasal 28 Ayat (1) UU ITE (UU No. 11 Tahun 2008, jo. UU No. 19 Tahun 2016)
Sanksi: Penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Bagaimana Cara Melaporkan Developer ke Polisi
1. Kumpulkan Bukti
– Brosur, iklan, atau promosi yang menyesatkan.
– Perjanjian jual beli, kwitansi pembayaran, dan dokumen lainnya.
– Percakapan atau komunikasi dengan pihak developer.
– Foto atau video kondisi sebenarnya yang tidak sesuai dengan promosi.
2. Buat Kronologi Kejadian
Tuliskan secara rinci bagaimana developer menipu atau memberikan informasi palsu.
3. Laporkan ke Polisi
Datang ke kantor polisi terdekat (Polsek, Polres atau Polda terdekat)
Buat laporan polisi (LP) dengan menjelaskan kasusnya.
Serahkan bukti yang dimiliki.
4. Lapor ke Kementerian Perumahan dan BPKN
Selain ke polisi, Anda juga bisa mengadukan ke Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman atau Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
2. LANGKAH PERDATA
Jika ingin menggugat secara perdata untuk meminta ganti kerugian dari developer nakal, ada beberapa dasar hukum yang bisa digunakan:
1. KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
Pasal 1243 Jika developer tidak memenuhi perjanjian (wanprestasi), pembeli bisa menuntut ganti rugi.
Pasal 1365 Jika developer melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang merugikan pembeli, maka pembeli berhak meminta ganti rugi.
Jenis Gugatan
Wanprestasi (Ingkar Janji) Pasal 1243 KUH Perdata
Jika developer tidak memenuhi janjinya, misalnya tidak menyerahkan rumah sesuai spesifikasi, terlambat serah terima, atau tidak menyelesaikan pembangunan, maka bisa digugat berdasarkan wanprestasi.
Tuntutan: Ganti rugi materiil dan immateriil.
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Pasal 1365 KUH Perdata
Jika developer berbuat curang, seperti menjual rumah yang sudah dijual ke pihak lain atau tidak memiliki izin resmi, maka bisa digugat dengan dasar PMH.
Tuntutan: Pembatalan perjanjian, pengembalian uang, dan ganti rugi lainnya.
2. UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999)
Pasal 19 Pelaku usaha wajib memberi kompensasi atau ganti rugi jika produk atau jasanya tidak sesuai perjanjian.
Pasal 45 Konsumen bisa menggugat melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
3. UU Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU No. 1 Tahun 2011)
Pasal 42 Developer wajib memenuhi spesifikasi dan perizinan sebelum memasarkan rumah. Jika tidak, pembeli bisa menuntut pertanggungjawaban hukum.
———————-
Cara Menggugat Developer Nakal
1. Kumpulkan Bukti
– Perjanjian jual beli (PPJB atau AJB).
– Bukti pembayaran, kuitansi, atau transfer.
– Brosur, iklan, atau promosi dari developer.
– Foto/video kondisi perumahan jika tidak sesuai janji.
– Percakapan dengan developer.
2. Somasi (Peringatan Tertulis)
Kirimkan surat somasi ke developer untuk meminta hak Anda.
Beri waktu (misalnya 7-14 hari) untuk tanggapan.
Jika tidak ada respon atau solusi, lanjutkan ke gugatan.
3. Gugat ke Pengadilan Negeri atau BPSK
– Jika ingin ganti rugi besar, ajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.
– Jika ingin penyelesaian lebih cepat dan murah, laporkan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di daerah Anda.
4. Minta Pengembalian Uang atau Ganti Rugi
– Bisa meminta pengembalian uang (refund), penalti, atau ganti rugi lainnya.
– Jika pengadilan memutuskan developer bersalah, mereka wajib membayar ganti rugi sesuai amar putusan.
– Bisa juga mengadukan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Kementerian Perumahan dan Pemukiman Indonesia.
Tindakan Hukum Kepada Pemerintah Daerah
Bukan saja Developer yang dapat ditindak tetapi juga Pemerintah yang menerbitkan Izin Lokasi bagi pembangunan perumahan pun dapat ditindak secara hukum.
Jika pemerintah menerbitkan izin lokasi untuk perumahan yang bermasalah atau tidak sesuai aturan, ada beberapa dasar hukum untuk mengambil tindakan terhadap pihak yang berwenang:
——————————
1. UU Administrasi Pemerintahan (UU No. 30 Tahun 2014)
Pasal 52 Keputusan pejabat pemerintahan bisa dibatalkan jika cacat hukum, seperti melanggar peraturan atau merugikan masyarakat.
Pasal 80 Masyarakat bisa mengajukan keberatan atau menggugat keputusan pemerintah yang merugikan.
2. UU Tata Cara Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 5 Tahun 1986, jo. UU No. 51 Tahun 2009)
Pasal 53 Jika izin lokasi diterbitkan dengan melanggar hukum atau merugikan kepentingan masyarakat, bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
3. UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32 Tahun 2009)
Pasal 37 Jika izin lingkungan yang menjadi dasar izin lokasi tidak sesuai aturan, izin tersebut bisa dibatalkan.
Pasal 93 Masyarakat bisa menggugat jika ada dampak lingkungan akibat izin yang dikeluarkan pemerintah.
4. KUH Perdata (Jika Ada Kerugian Langsung)
Pasal 1365 Jika izin lokasi yang diterbitkan pemerintah menyebabkan kerugian, masyarakat bisa menggugat ganti rugi atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
——————————-
Cara Mengajukan Tindakan Terhadap Pemerintah
1. Melaporkan ke Ombudsman RI
Jika izin diterbitkan secara mal administrasi (misalnya tanpa kajian yang benar atau ada unsur KKN), bisa dilaporkan ke Ombudsman RI.
2. Mengajukan Gugatan ke PTUN
Jika izin lokasi dianggap melanggar hukum, ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Bisa meminta pembatalan izin atau ganti rugi jika ada dampak negatif.
3. Melaporkan ke KPK atau Aparat Penegak Hukum
Jika ada indikasi korupsi dalam penerbitan izin, laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, atau Polisi.
4. Melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung
Jika izin lokasi didasarkan pada peraturan yang dianggap bertentangan dengan hukum, bisa diajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Agung.
Demikian tulisan ini saya uraikan, semoga bermanfaat, atau jika anda ingin berkonsultasi secara langsung dapat kirimkan email ke adv.kiagusmc@gmail.com atau kirim chat wa anda ke 085179979800
(Kiagusmchoiri, Pemerhati Hukum dan Advokat tinggal di Bandung)
Jum’at 14.3.2025. 13:16