Mencari Solusi di Tengah Menjamurnya Tukang Parkir Liar di wilayah Hukum Kabupaten Bandung

#Pojok_Opini

Disadari atau tidak, diakui atau tidak, istilah
tukang “parkir liar” ini memang sudah
menjamur dimana-mana, baik di kota-kota
besar maupun di desa-desa atau di
perkampungan sekalipun, dimana ada
tempat yang bisa mereka jadikan lahan,
disetiap belokan ataupun tikungan jalan
pasti ada mereka. Entah terorganisir
ataupun tidak yang jelas ketika mengarah
kepada pungutan liar akan menyebabkan
kepada kerugian negara.
Menarik untuk dicermati, pada dasarnya
mungkin Sebagian orang tidak keberatan
dengan keberadaan mereka selama itu
kelihatan ada kerjanya, misalkan untuk
tukang parkir membantu
memposisikan/merapikan, membantu
keluar masuknya kendaraan serta menjaga
sebelum dipegang kembali oleh
pemiliknya. Atau ketika ditikungan,
perempatan jalan crowded membantu
memperlancar gerak laju kendaraan.
Bukan masalah ikhlas tidak ikhlas untuk
hanya memberikan sekedar uang receh
1000 – 2000 rupiah misalkan, tetapi kita
harus memandang ini sebagai sebuah
fenomena sosial yang harus disikapi
bersama, kalau hal ini dibiarkan akan
menyebabkan keresahan, ketidaknyamanan
serta kerugian finansial khususnya disektor
keuangan daerah (pajak dan retribusi
parkir), di Kabupaten Bandung sendiri
sebagaimana dikutip dari
GalamediaNews.Com 19 Juli 2022, dengan
judul artikel “Dishub Kabupaten Bandung
Terus Genjot PAD dari Sektor Parkir”, “Dalam
dua tahun terakhir, capaian target PAD dari
retribusi parkir di Kabupaten Bandung masih
tergolong rendah..”.
Praktik parkir liar dapat mengakibatkan
penurunan pendapatan daerah pada sektor
perparkiran. Di samping dapat pula
merugikan para pelaku usaha yang telah
membayar parkir secara sah akan tetapi
pendapatannya berkurang gara-gara
konsumen tidak ada yang datang
dikarenakan ada tukang parkir liar.
Perputaran uang dalam perparkiran ini
sangatlah besar bahkan menggiurkan dan
tidak jarang saling adu kekuatan dari
beberapa kelompok untuk mempertahankan
lahan parkirnya, meski tarifnya tidak
seberapa akan tetapi kalau dikumpulkan
jumlahnya sangat besar.
Kehadiran tukang parkir liar di depan
rumah makan, minimarket, tempat hiburan,
ataupun ditempat-tempat usaha lainnya
kerap meresahkan masyarakat. Keberadaan
tukang parkir liar bisa membuat seseorang
mengurungkan niat orang untuk berkunjung
atau membeli kebutuhan di warung/tempat
tersebut.

Berbeda halnya apabila tukang
parkirnya ini dikelola dengan baik sehingga
pengunjung/konsumen merasa nyaman dan
aman menitipkan kendaraannya, kalau
sudah begini pengusaha bisa diuntungkan
dan pemerintah daerah bisa menekan lost
potensi serta mendapat tambahan PAD.

Dapat dibayangkan berapa banyak pemasukan untuk kas daerah apabila perparkiran ini bisa diatur/kelola secara resmi baik oleh pemerintah daerah ataupun pihak ketiga.

Maraknya tukang parkir liar, baik diswalayan-swalayan, rumah makan, tempa thiburan, dan area perkantoran baik swasta maupun pemerintahan bukan cuma lantaran masalah dampak dari tingginya pengangguran, seperti diketahui bersama pada beberapa waktu yang lalu, Bupati Bandung melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja mengatakan bahwa angka pengangguran angkatan kerja Kabupaten Bandung menurun setiap tahunnya, paparnya saat ditemui di acara acara JobFair Mini di Soreang, Kabupaten Bandung, Jumat (19/4/2024).

Dan Kabupaten Bandung sendiri mempunyai target menjadi salah satu wilayah yang tingkat
penganggurannya rendah.

Bahkan secara nasional berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang pada Agustus 2023. Jumlah ini berkurang sekitar 560 ribu orang atau 6,77% dibanding Agustus 2022.

Trennya terus menurun dalam tiga tahun terakhir, semenjak mencapai puncak tertinggi di awal pandemi Covid-19. Jadi apa sebenarnya yang memicu maraknya tukang parkir liar ini?

Menurut pakar sosiolog dari Universitas
Gajah Mada (UGM), Suprapto,
memberikan hasil penelitiannya
(sebagaimana dikutip dari VOI 28 Oktober
2021, 22:11), menjamurnya parkir liar
bukan karena sempitnya lapangan kerja.Namun karena orang lebih suka memilih- milih pekerjaan.

Suprapto mengatakan pernah menjumpai
para tukang parkir liar, pengamen, dan
pengemis di perempatan. Ia kemudian
menawarkan pekerjaan lain dan meminta
mereka meninggalkan pekerjaannya itu.
Tapi mereka menolak.
“Tapi dia menjawab ‘bapak kalau enggak
niat ngasih enggak apa-apa kok pak.’ Itu
artinya, dia lebih memilih menengadahkan
tangan tanpa bekerja.

Daripada dia
misalnya melakukan pekerjaan yang
dianggap berat,” jelas Suprapto.
Sementara itu, penyebab lainnya yang tak
bisa dipungkiri menurut Suprapto adalah
rasa malas bagi para tukang parkir yang
gaji buta. “Ada juga sebagian yang malas,
mereka yang menghilang ketika kendaraan
datang, tapi muncul ketika kendaraan mau
pergi. Sehingga mau uangnya aja. Kendati
banyak juga tukang parkir yang rajin, yang
betul-betul merapihkan kendaraan,
menyebrangkan, dan pekerjaan lainnya,”
kata Suprapto.
Beberapa Putusan Pengadilan terkait
Perparkiran.

Yang perlu diketahui oleh petugas parkir,
baik yang legal maupun tidak adalah
adanya putusan pengadilan yang kini jadi
yurisprudensi diantaranya:

1) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 3416/Pdt/1985, majelis
hakim berpendapat perparkiran
merupakan perjanjian penitipan
barang, dengan begitu hilangnya
kendaraan milik konsumen menjadi
tanggung jawab pengusaha parkir.

2) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 1367 K/Pdt/2002,
menyatakan secara hukum, bahwa
selama kendaraan milik penggugat
parkir/dititipkan dengan sah
didalam area parkir yang dikelola
oleh tergugat adalah merupakan
tanggung jawab tergugat
sepenuhnya atas telah terjadinya
kehilangan.

3) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 1264/K/PDT/2003,
menyatakan sikap pasif pengelola
parkir dapat dikualifisir sebagai
perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 KUH Perdata.

4) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 1966 K/PDT/2005, tentang
kewajiban dan tanggung jawab
pengelola parkir untuk memberikan
penggantian kepada konsumen
pengguna jasa parkir yang
mengalami kehilangan /kerusakan
dan kecelakaan di lokasi pelataran
parkir.

5) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 2078 K/Pdt/2009, tentang
kewajiban dan tanggung jawab
pengelola parkir untuk memberikan
penggantian kepada konsumen
pengguna jasa parkir yang
mengalami kehilangan/kerusakan
dan kecelakaan di lokasi pelataran
parkir.

6) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 2157 K/Pdt/2010, tentang
kontrak standart atau kontrak baku
”tidak bertanggung jawab atas
hilangnya kendaraan bermotor dari
pengguna parkir” ditafsirkan
diberlakukan sepanjang tidak ada
kelalaian dari pihak pengelola
parkir.

7) Putusan Mahkamah Agung (MA)
Nomor 2920 K/Pdt/2011, tentang
bahwa sudah sewajarnya menjadi
tanggung jawab juru parkir apabila
kendaraan yang sudah membayar
karcis parkir untuk menggantinya,
karena kehilangan mobil tersebut
dinilai adalah kelalaian/keteledoran
pihak tergugat/pemohon kasasi
Jadi tugas juru parkir itu tidaklah
gampang, ada tanggung jawab besar
yang harus ditanggung apabila terjadi
kehilangan, jangan hanya mau
memungut uangnya saja.

Perlu adanya regulasi dalam mengatasi
masalah tukang parkir liar dan tentunya
bukanlah perkara mudah.

Dibutuhkan kerja
sama dari berbagai pihak untuk
mengatasinya agar tercipta rasa aman dan
nyaman saat parkir kendaraan, baik dari
pelaku usaha yang mempunyai lahan parkir,
pengelola parkir, stake holders terkait, dinas
perhubungan, kepolisian. Karena parkir liar
ini sudah menjadi fenomena sosial secara
kasat mata, maka Tindakan tegas bagi
pelanggar baik berupa pembinaan dengan
memberikan wawasan terhadap mereka
sangat diperlukan.

Harapannya ke depan
tidak ada lagi yang namanya pungutan liar,
dan citra daerah tetap terjaga, kabupaten
Bandung dengan jargonnya BANDUNG
BEDAS, terwujudnya masyarakat
Kabupaten Bandung yang Bangkit,
Edukatif, Dinamis, Agamis dan Sejahtera.

Bagi pelaku parkir liar ini pilihannya hanya
ada 2 (dua), mau dibina atau kalau tidak
mau ya terpaksa harus berurusan dengan
hukum. Sebagaimana yang pernah terjadi
beberapa waktu lalu, Tim Saber Pungli
Kabupaten Bandung kembali melakukan
penindakan terhadap praktik pungutan liar
(pungli) jalanan di wilayah Gading Tutuka
Soreang Kabupaten Bandung pada Jumat,
(19/4) kemarin.

 

*) Penulis adalah Ketua DPC Kongres
Advokat Indonesia Kabupaten Bandung
(Bakti Firmansyah, SH, MH, CPM)

 

Rabu, 24 April 2024.            08:53 wib

 

 

 

 

Related posts
Tutup
Tutup